(gugusan bebatuan cantik di Laut Cina Selatan)
(Batu Berlayar)
(Pulau Tanjung Kelayang)
(Pulau Tanjung Kelayang)
(Pantai Tanjung Tinggi)
(Pantai Tanjung Tinggi lagi)
(Pantai Burung Mandi Belitung Timur)
(Pantai Burung Mandi (lagi))
Cantik adalah kata yang paling sering keluar dari mulut saya selama tiga hari perjalanan ke Belitung. Bagaimana tidak, pulau yang terletak di Laut Cina Selatan ini memiliki pantai-pantai indah dengan pasir putih, air sejernih kristal, gugusan batu granit, dan langit biru cerah yang memukau. Selain itu, penduduknya ramah dan menyenangkan.
Pagi itu- 3 Desember 2008-, saya dan team (Kang Herdi as producer, Mas Wisnu as PA, Mas Beni as camera person, Mas Nuki as audio person, Stephan &Nita as hosts) mendarat di Bandara H.A.S Hanandjoeddin Belitung (yang sedang direnovasi) dengan mulus, sempat khawatir juga karena malam sebelum berangkat saya sempat cek website BMG dan mendapatkan informasi bahwa perkiraan gelombang di perairan selatan Sumatra pada tanggal 3-4 Desember akan mencapai 4 sampai 5 meter. Wuih, yang terbayang awan hitam akan menggelayut, hujan deras akan mengguyur Belitung dan schedule shooting menjadi berantakan. Syukurlah, ketika landing, langit Belitung sedang bersahabat begitu pula sang surya. Sekedar info, saat ini Belitung sedang berbenah, bandaranya sedang diperbaiki-jadi ketika sampai jangan harap menemukan terminal kedatangan yang nyaman dilengkapi penyejuk udara karena kita akan disambut ruang yang masih dibangun sana-sini bahkan tidak ada ban berjalan, jadi untuk mengambil barang bawaan kita harus antri (dan sedikit berebut...hehe). Hari pertama, kami langsung menuju Kabupaten Belitung Timur- kurang lebih 80 km dari Tanjung Pandan, ibu kota Belitung-. Selama perjalanan, terasa sekali atmosfer yang sangat berbeda dari Jakarta, tenang dan lengang, jarak antar rumah cukup jauh dan kita tidak akan menemukan gedung bertingkat. Masih banyak penduduk yang menggunakan sepeda kayuh sebagai alat transportasi utama. Itulah, hal menarik pertama yang saya jumpai di Belitung. Sampai di Desa Gantung - setelah sekitar 1.5 jam perjalanan- kami langsung shooting di replika SD Muhammadiyah Gantung, lokasi pembuatan film Laskar Pelangi yang terletak di depan sebuah SD negeri. Di seberang sekolah tersebut, terdapat padang rumput cantik (yang kata Mas Nuki hampir seperti di Rinjani), sayang langit menghitam dan kemudian mengguyur Gantung dengan hujan deras, untungnya shooting di lokasi pertama sudah selesai. Kami bergerak ke Manggar -kota seribu kopi- dengan puluhan kedai kopi tradisionalnya, shooting di salah satu warung kopi di atas danau (yang kopinya tak seenak ekspetasi saya dan rupanya kami salah tempat...memang viewnya bagus untuk shooting namun untuk ngopi lebih baik di warung kopi sederhana dengan eksterior kayu-kayu kusam yang bertebaran di pinggir jalan, karena dikejar waktu dan hujan kami batal nyicip kopi Manggar yang terkenal enak itu *sigh*). Tujuan selanjutnya adalah Pantai Burung Mandi, pantai yang menjadi andalan di belitung Timur...wew, pantainya memang indah, sayang belum dikelola dengan baik jadi sampah masih bertebaran dimana-mana mengurangi keindahannya. Puas shooting dan mengabadikan pemandangan plus kenarsisan team kami (hehe), kamipun beranjak ke Vihara Buddhayana. Ketika shooting di Vihara ini, hujan deras turun, alhasil payung yang ada digunakan untuk memayungi 2 kamera dan kami berbasah-basahan kehujanan. Kombinasi yang sempurna untuk jatuh sakit- terjaga dari jam 2 pagi, sampai jam 6 petang baru makan sekali dan basah kuyup kehujanan...hehe- di mobil, menuju Tanjung Pandan kepala saya sudah berdenyut-denyut dan badan lelah tapi tetap semangat sehingga ga sakit. Tugas hari pertama terselesaikan dengan baik. Hotel & Klub Biliton, tempat kami menginap juga lumayan, sepertinya salah satu yang terbaik di Belitung jadi crew bisa beristirahat dengan nyaman karena esok hari shooting cukup padat sudah menanti.
Hari kedua-4 Desember 2008- pantai-pantai cantik di Belitung Barat menjadi tujuan kami. Saya sangat tidak sabar, abis dari foto-foto hasil browsingan& film Laskar pelangi aja sudah terbayang cantiknya pantai-pantai itu (tuh kan...hitung berapa kali saya bilang cantik;p). Kami ke Pantai Tanjung Tinggi, Pantai Tanjung Kelayang dan Pulau Lengkuas. And my imagination turns to reality, the beaches and the sky so perfect, beautiful and wonderfull...speechless! Apalagi di Pulau Lengkuas, saya naik ke mercusuar setinggi 60 meter sehingga saya bisa memandang ke laut lepas. Luar biasa elok:) Dan tak disangkal lagi, shooting menjadi sangat menyenangkan, variasi gambar yang kami dapat juga banyak, feel dari kedua host (Stephan dan Nita) juga dapet banget...pokoknya shootingnya puas dan bebas tekanan. Saya senang banget:) Begitu pula, pas ngobrol sama Mas Wisnu, rekan se-team saya, kami puas dengan shooting hari itu.
Hari terakhir di Belitung- 5 Desember 2008- saya sengaja bangun lebih pagi. Crewcallnya sih baru jam 9 pagi tapi dari jam 6 pagi saya sudah semangat mau jalan kaki di sekitaran hotel melihat dari dekat kehidupan di kota Tanjung Pandan. Dan benar saja, baru sampai gerbang hotel, saya ketemu Bu Naima (yang nemenin saya jalan kaki), seorang tukang sapu asli Wonosobo yang sudah tinggal 30 tahun di Belitung, saya dicritain macem-macem kisah hidupnya sambil jalan kaki lalu dianterin beli kopi bubuk khas Belitung. Pengalaman seperti ini lho yang selalu saya sukai dari perjalanan-perjalanan saya, meninggalkan kehangatan di hati. Berkenalan dengan orang-orang yang cerita hidupnya berbeda dari saya-yang selalu membuat saya semakin bersyukur dengan hidup yang diberikan Tuhan pada saya-. Setelah jalan-jalan selama sekitar 45 menit, saya kembali ke hotel dan berhasil mengompori Mas Wisnu untuk menemani saya ke kedai kopi tradisional Belitung. Kami berhasil juga menikmati kopi di Warung Kopi Akian yang terletak tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Suasananya sangat seronok, ramai dan hangat meski isinya lelaki semua (kecuali Cici pemilik warung kopi)dengan percakapan sehari-hari yang khas. Kami memesan segelas kopi hitam Belitung untuk saya dan kopi susu untuk Mas Wisnu. Whoaa...saya senang sempat berada disana, sempat ngobrol-ngobrol mengenai pariwisata Belitung dengan penduduk lokal yang ramah. Kalo ga inget shooting, pasti saya nongkrong lebih lama...hehehe. Memang warung kopi di Belitung memiliki peranan dalam kehidupan sosial. Orang bisa bertukar informasi, pendapat bahkan bisa bernegosiasi bisnis disini. Hmmm...menyenangkan:). Begitu jam 9, kamipun checkout dari hotel dan menyelesaikan shooting di Mie belitung Atep dan pusat oleh-oleh Kerupuk Asli Belitung.
Kecantikan dan keramahan Pulau Belitung tertinggal di hati saya. Lirik lagu Sahabat Kecil dari Ipang menemani penerbangan saya kembali ke belantara Jakarta.
baru saja berakhir
hujan di sore ini
menyisakan keajaiban
kilauan indahnya pelangi
tak pernah terlewatkan
dan tetap mengaguminya
kesempatan seperti ini
tak akan bisa dibeli
bersamamu kuhabiskan waktu
senang bisa mengenal dirimu
rasanya semuanya begitu sempurna
sayang untuk mengakhirinya.