Selasa, 29 Juli 2008
Great experience with WK team will always left special print in my life
These are pictures taken a long my last survey& shooting trip with WK
Life goes on then
And I'll do my best
As always
(my survey trip at tea plantation)

(nina at Borobudur temple)

(we are the team)



(in front of fabulous Borobudur)



(with the WK's host)




(I am the prettiest of all)





posted by ninabelle at 22.42 | 0 comments
(Ibu-ibu pemetik kopi di Perkebunan Kopi Rawaseneng, mereka setiap hari harus memetik kopi kemudian menggendong panenan seberat 45 kilogram ke tempat penimbangan lalu masih harus menyortir biji kopi)

(Mbah Munjiyah, penjual makanan kecil di Jl. Pajajaran Magelang, 40 tahun berdagang merentakan tubuhnya namun tak menyurutkan semangatnya)

(Mbok Marinem, nrimo dengan hidupnya sebagai penjual nasi jagung di Jl. Letjend Suprapto)
They are though women...They live their life and their family
Thei thoughness inspire me to be an independent and though woman
Thank you...



posted by ninabelle at 13.17 | 0 comments
24 Juli 2008,

Saya melewati malam dingin di Wonosobo merasa sendirian meski ada mereka rekan-rekan sekerja saya. Rasanya saya ingin menangis karena tidak ada satu orangpun dari mereka yang bisa saya ajak mengobrol dan bercerita...weits, tunggu dulu bukan berarti saya musuhan dengan mereka. No, they are very nice Cuma mungkin masalahnya mereka semua lelaki dan saya rada roaming dengan candaan mereka dan tidak satupun mencoba ngobrol atau bercanda dengan saya mungkin karena sungkan...aduh sedih banget. Sayapun terpaksa bengong-bengong bego ga jelas. This never happened to me before gitu kan...trip panjang terakhir saya dengan rute Solo-Semarang sangat berkesan meski saya sering dibecandain sama mas-mas ituh tapi mereka mau duduk semeja dan mancing buat ngajak ngobrol duluan, hasilnya in the end, saya jadi santai meski mereka jauh lebih senior dari saya. Sekarang, saya sudah coba ngajak ngobrol, becanda tapi mereka teteup aja ngumpul sesama lelaki udah gitu saya paling kecil disini...jadi bingung dan mati gaya abis. Dulu di Medan juga saya bisa ikutan main kartu ampe tengah malam becanda sana-sini....kenapa siy dengan perjalanan saya kali ini?*sigh*

Sampai tadi yah sebelum saya menulis ini, karena saking mati gaya dan gatau harus ngapain *serba salah mode on*, saya jalan ajah gitu keluar dari hotel (di Wonosobo, saya menginap di Hotel Kresna...nice hotel) dan di depan hotel nemuin teman ngobrol yaitu Pak Paijo, seorang penjual rokok pake gerobak. Beliau saya ajakin cerita tentang hidup dia...waah, lumayan efeknya hati terasa lebih ringan dan ga mangkel lagi karena kesepian. Saya mau cerita dikit ya tentang Pak Paijo (46 tahun) punya anak lima dan beberapa cucu. Pak paijo itu gambaran orang yang lugu. Beliau cerita bahwa dirinya seorang yatim piatu sejak kecil lalu tidak pernah mengecap pendidikan apapun dan sampai sekarang masih berjuang bertahan hidup. Namun, yang saya kagum adalah bagaimana cara Pak Paijo menjalani hidup, begitu tidak ngoyo tapi tetap berjuang. Tuhan maha adil ya, ada orang-orang seperti Pak Paijo sebagai pengingat bagi kita untuk selalu bersyukur, wong orang yang hidupnya susah aja tidak lupa bersyukur dan terus berjuang. See, bahkan saya mungkin lebih kenal Pak Paijo daripada ke-enam rekan se-team perjalanan kali ini...ironis!

Overall, empat hari shooting (dari tujuh hari shooting) ini berjalan dengan lancar, Thanks God. Mas Diput as my producer tampak tidak se-stress biasanya...hehe, ikut agak tenang. Mas Donny meski rada diem cukup membuat saya merasa ada teman. Mas Ronny, Mas Ferry as campers sangat helpfull dengan tidak pernah complain even kita sering crewcallpagi bahkan jam empat dini hari juga suka ngasih saran-saran walaupun teteup saya rada roaming gatau gimana harus memulai obrolan. Mas Wim as audio person& Mas Botel as unit juga mau kerja sama bikin tugas saya juga terbantu. Mas Acing dan Mas Mahdi yang nganter kita kemana-mana bahkan mecahin rekor perjalanan mulus ga pernah nanya dan ga pernah nyasar selama empat hari perjalanan. Pak Bondan juga terlihat happy-happy saja meski saya mengerti pasti trip shooting ini sangat melelahkan.
Kota-kota yang kami kunjungi juga merupakan kota-kota kecil di Jawa Tengah yang menyenangkan. Waah, saya senang banget bisa ke Candi Borobudur (lagi) dan ke Dieng menyaksikan sun rise, meski ada tragedi lari pagi Candi Borobudur-Hotel Manohara- Candi Borobudur gara-gara saya lupa bawa materi, hehe, alhasil, jam empat pagi saya harus lari pagi mengambil materi yang tertinggal di hotel. Saya juga berkesempatan ketemu perempuan-perempuan perkasa. Siapa sih perempuan-perempuan perkasa itu? Baca di postingan saya yang lain ya.

Okay...itulah curhat colongan saya kali ini. Tapi rasa kesel dan bete saya paling lama bertahan 2 jam malam ini saja karena I do love this kind of trip, enrich me much, makes me learn a lot about life, understanding others, and teamworkJ

Cheer up,


25 Juli 2008

Selamat Pagi!
Masih dari Wonosobo. Pagi ini saya awali dengan menyenangkan karena bisa tidur dengan cukup dan masih ada spare waktu untuk breakfast dengan tidak tergesa-gesa. Selain itu karena mas-mas team saya sepertinya belum pada bangun tidur saya jadi bisa menulis sambil menunggu mereka siap berangkat ke Purwokerto.

Saya ingin me-review beberapa hal dari trip kali ini. Senin, 21 Juli 2008 kami berangkat dari Jakarta dengan flight pk. 07.45 WIB, penerbangannya not bad kecuali saya agak bingung karena belum terlalu kenal dengan teman sebangku saya alhasil selama perjalanan diem-dieman...haha, bahkan biasanya dengan orang lain sepenerbangan yang duduk di sebelah sayapun saya sempat mengobrol, nah ini sama teman sekantor lho...hehe, aneh banget rasanya. Okay, mungkin masnya emang cool, pemalu atau pendiem...ternyata beberapa jam setelah trip kami berlangsung saya tau saya salah duga;p
Mendarat di Yogyakarta tanpa break, kami meluncur ke Muntilan untuk langsung bekerja alias shooting. Dari Muntilan, saya merekomendasikan Anda untuk makan di Gudeg Mbok Jayus, Warung Sop Empal Jalan Veteran dan RM Purnama. Gudeg Mbok Jayus cukup kondang di Muntilan, sekarang sudah dikelola oleh generasi kedua, gudegnya unik karena ada irisan cuciwis di dalamnya. Warung Sop empal yang ramai dikunjungi orang di Muntilan juga lumayan, empalnya empuk...pas banget kalo dateng pas lagi laper-lapernya. RM Purnama jadi favorit saya, saya sampai bingung mau makan apa, rasanya semua pengen dimakan...hehe, ada pecel wader, berbagai mangut, buntil, telor ikan, hmm, bingung! Mungkin karena saya Jawa banget yah masakan disini cocok sama lidah saya.
Dari Muntilan langsung mengejar Magelang. Dari Magelang yang khas sop senerek dan tahu kupat. Tapi yang menurut saya highly reccomended ya Tongseng Kepala Kambing Pak Din, tempatnya unik banget benar-benar di desa dan kita makan di pawon (dapur). Untuk bisa makan tongseng ini juga harus antri dulu bahkan dari sebelum Maghrib karena duo Pak Din (Chomaruddin dan Sholahuddin, kakak beradik penjual tongseng ini) baru menggelar dagangannya selepas Maghrib itupun mereka meracik dari awal dan dimkasak dengan tungku kayu. Lokasi tepatnya di desa Kepanjen, Menayu dan sudah termasuk wilayah Muntilan meski tidak jauh dari Borobudur. Tongsengnya enak banget dan yang lucu waktu kami datang kesana warga satu kampung keluar semua nonton shooting...wah kami sampai bingung bagaimana menghalaunya.
Shooting hari pertama belum berakhir, karena malam itu juga kami melanjutkan kerja di Temanggung. Di Temanggung, ada Warung Oriental, penjual Chinese Food kaki lima, masakannya enak bikin teman-teman saya kalap dan emang udara di Temanggung yang dingin bikin pengen makan mulu.
Masih di Temanggung, ada penjual nasi jagung yang sudah berjualan puluhan tahun bernama Ibu Marinem. Ibu ini menjual dagangannya di emperan toko Bank Panin Jl. Letjend Suprapto Temanggung dan harga satu porsi nasi jagung komplit adalah Rp. 3.000,- waw, saya sampai kagum dengan perkiraan penghasilan yang tidak seberapa itu, Ibu Marinem berjualan hampir sepanjang hidup dan beliau bertahan hidup...life is though. Tidak jauh dari Ibu Marinem, ada penjual nasi godog namanya Pak Mul. Sepertinya kisah hidup Pak Mul tidak jauh dari Ibu Marinem, sudah berjualan dari 1980-an di tempat yang sama, menjalani hidup yang secukupnya dengan nrimo...saya sampai mikir mungkin orang-orang seperti beliau berdua ini damai gitu yah, tidak kemrungsung (tergesa-gesa atau ngoyo) menjalani hidup.
Malam itu kami kembali ke Magelang untuk beristirahat di Hotel Puri Asri. Hotel berbintang empat di Magelang ini menyenangkan. Jika saya keluar dari kamar, saya disuguhi pemandangan hamparan sawah dan aliran sungai Progo yang menenangkan, coba ya setiap hari saya ketemu pemandangan seperti ini*ngayal mode on*.

Hari kedua kami masih mengitari Magelang, malamnya, kami menginap di Hotel Manohara karena esok dini hari kami mau mengejar matahari terbit. Saya senagn banget karena ini bakal jadi kali pertama saya melihat sunrise dari Candi Borobudur. Saya sudah membayangkan betapa cantiknya sang mentari terbit diantara Gunung Merapi dan Merbabu...wow!

Hari ketiga, jam empat pagi seluruh team sudah standby untuk memulai perjalanan ke Candi Borobudur... Memandang Candi Borobudur yang megah saja sudah breathtaking karena mengagumkan, gimana nati pas sunrise...Sayangnya, misi kami mengabadikan sunrise di Candi Borobudur gagal karena awan yang terlalu tebal menutupi terbitnya sang surya. Tapi tetap saya senang menelusuri kembali Candi Borobudur dengan kisah di balik pembangunannya.
Selesai dari Candi Borobudur kami melanjutkan kembali perjalanan blusukan kami ke Temanggung. Selesai di Temanggung kira-kira pk. 20.00 wib, kami langsung cabut ke Wonosobo. Suhu yang dingin langsung menyambut kami di Wonosobo, kami cepat-cepat beristirahat karena Dieng Plateau menanti kami esok dini hari (again!).

Hari keempat, saya bangun jam setengah empat pagi, bersiap-siap dengan celana pendek, kaos becapuchon, jaket, syal dan sepatu keds untuk memulai trip kami ke Dieng Plateau. Jam setengah lima, seluruh team berangkat dari hotel menuju gardu pandang Sikunir...langit sudah bersemu merah ketika kami sampai. Yes, pengejaran sunrise kali ini berhasil. Waw, indah banget lho pemandangannya!
Selanjutnya, jam setengah tujuh pagi kam meluncur ke Kawah Sikidang. Konon, dinamakan Sikidang karena kawah ini sering berpindah-pindah tempat. Shooting sebentar langsung menuju RM Bu Jono untuk ngupi dan sarapan (shooting juga sih). Setelah itu, kami shooting mengunjungi anak gimbal, petik teh di Perkebunan Tambi, melihat proses pembuatan carica, beli oleh-oleh dan makan mie ongklok. It is quite perfect day until my feelings turn down and gloomy because have no friend to chat or share...but it’s already fine then.

Hari ini hari kelima, sebentar lagi kami akan berangkat ke Purwokerto


27 Juli 2008

On the way back to Jakarta via train…Thanks God the shooting run smoothly until the last day.

Kita naik kereta api eksekutif Taksaka 2 dari Purwokerto dan menempuh perjalanan sekitar 5 jam. Setelah perjalanan 7 hari dengan mobil melewati Yogyakarta, Muntilan, Magelang, Temanggung, Wonosobo (incl. Dieng) kemudian Purwokerto (dan saya nambah perjalanan ke Tegal) saya harus kembali lagi ke Jakarta dan rutinitas*sigh*...hehe, pasti setiap pulang dari luar kota meninggalkan rasa tidak rela . Tidak rela meninggalkan ”penemuan-penemuan” baru, pemandangan yang tidak akan saya temukan di Jakarta, lokalitas yang khas dari tiap daerah dan keunikan karakter teman seperjalanan yang tidak mungkin terlihat di kantor.

Another trip...another experience...and this gonna be my last trip with Wisata Kuliner...so sad:(
posted by ninabelle at 11.55 | 0 comments
Jumat, 11 Juli 2008
Semasa remaja pasti pernah donk merasakan yang namanya cinta monyet? Ngegebet cowok lucu kelas sebelah? Hehehe...masa-masa yang selalu indah untuk dikenang meski kadang-kadang membuat kita malu karena pernah bertingkah seperti itu. Itulah serunya masa belasan tahun.

Pasti kita juga jadi langsung ingat bagaimana perasaan kita kalau ketemu gebetan. Antara pengen ngelihat tapi malu, antara pengen menyapa tapi sama sekali gak berani menatap mukanya padahal sudah dekat banget. Ingat bagaimana tiba-tiba jantung berdetak lebih kencang daripada biasanya, bagaimana tiba-tiba pipi bersemu merah dan rasanya ingin senyum terus, dan bagaimana rasanya ada kupu-kupu di perut...hehe.

Butterfly effect itulah istilah yang menggambarkan rasa excited karena ketemu gebetan. Efeknya bagus juga lhoh, karena –kalau saya sih- jadi semangat, jadi rajin dandan cakep pokoknya well prepared deh, jangan sampai kalau saya ketemu si dia kelihatan kuyu. Tapi tetep saja kalau sudah papasan jangankan menyapa, melihat ke matanya saja segan.

Speechless....ga bisa ngomong apa-apa dan kalau bisa tenggelam ditelan bumi deh. Itulah kalau tiba-tiba mendadak bertemu gebetan dan tidak mampu mengeluarkan satupun sapaan dan tidak mampu menatap kedalaman matanya, padahal lelaki charming itu ada di depan mata.

Jangankan dulu, sampai sekarang saja saya masih tidak bisa mengatasi butterfly effect and speecless ini. Ujung-ujungnya saya malah buang muka dan (sepertinya) terlihat sombong.

As happened that day
That time
He’s there and I just starring at the sky
Even though, I want look into his deep& charismatic eyes
posted by ninabelle at 10.38 | 1 comments

Perjalanan antara Anyer dan Jakarta saya selama 3 hari untuk survey dan shooting cukup berkesan. Selain menemukan tempat-tempat makan yang menarik, saya juga jadi punya kesempatan untuk melihat sisi lain lagi dari sebuah daerah baik dari kehidupan masyarakat setempat maupun culture di dalamnya. Kawasan Anyer dan Labuan merupakan kawasan pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan melakukan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pariwisata. Di sepanjang jalan, saya menemukan plang-plang bertuliskan Pantai Anyer, Pantai Pasir Putih dan lain-lain. Saya sempat bertanya-tanya dalam hati (dan masih belum menemukan jawabnya) apakah keberadaan pantai yang dikavling-kavling tersebut dikelola oleh dinas pariwisata setempat atau justru oleh perorangan, well, terlepas dari pertanyaan saya itu, saya sangat menyayangkan kondisinya. Sebenarnya hampir semua pantai tersebut cantik namun sampah-sampah bertebaran dimana-mana dan terkesan kumuh. Aaahh...seandainya saja pengelolanya lebih peduli, tentu akan semakin cantik dan semakin banyak wisatawan yang berkunjung kesana dan efek skala besarnya adalah meningkatnya pendapatan kawasan tersebut.

Penduduknya sendiri sangat ramah dan helpfull. Saya sempat merasa deg-degan karena survey sendirian di kawasan pesisir yang katanya penduduknya berwatak keras, belum lagi saya tak kenal medan. Namun, ketakutan saya langsung menguap begitu saya tiba disana. Pertanyaan saya kepada penduduk lokal mengenai lokasi selalu dijawab dengan baik bahkan mereka dengan penuh kerelaan menjadi guide dadakan buat saya dengan sukarela. Tidak setiap hari saya menemukan orang-orang sederhana nan baik hati seperti mereka (special thanks to: Pak Lalan, Pak Muh, Pak Hamatu, Ibu Karimah, Pak Untung dan nelayan Labuan karena sudah mempermudah pekerjaan saya).

Pemandangan lain yang membuat saya miris adalah perkampungan pembuat gula merah di depan sebuah hotel yang cukup besar di Anyer. Bayangkan sebuah gubug tidak permanen berdinding anyaman bambu dan beratap daun kelapa kering dengan tinggi kurang lebih 2 meter sehingga kita harus menunduk ketika memasukinya, beralas tanah dengan luas kurang lebih 4 meter persegi. Itu belum cukup, karena gubug itu hanya terdiri dari dua ruang, 75% bagiannya digunakan sebagai tempat pengolahan gula merah sisanya adalah ruang sempit berisi dipan yang akan digunakan tidur berdesak-desakan oleh dua orang dewasa dan dua anak-anak. Saya kira di gubug itu juga tidak ada listrik karena saya tidak melihat satupun bohlam lampu. Oya, gula merah yang mereka buat dihargai lima ribu rupiah per kilonya oleh para tengkulak yang tentu akan dijual lebih mahal kepada pasar. Betapa tidak sebandingnya dengan usaha mereka membuat gula itu, sang Bapak pagi-pagi benar harus memanjat pohon kelapa yang tinggi untuk memgambil air dari manggar kelapa. Kemudian setelah air dikumpulkan, si Ibu harus merebus dan mengaduk air kelapa itu selam lima jam. Tuhan maha adil karena dengan kondisi yang sangat minimalis, keluarga pembuat gula merah itu tetap bertahan, saya hanya berharap semoga anak-anak mereka bisa sekolah agar dapat meningkatkan taraf hidup keluarganya kelak. Sungguh kontras, mengingat betapa kehidupan di sekitar mereka bergelimang dengan kesenangan dan euphoria liburan di pinggir pantai.

Kampung nelayan di Labuan juga menyimpan ceritanya sendiri. Saya terkesan dengan cara hidup mereka yang gotong royong. Pertama kali saya sampai disana untuk survey serombongan Bapak-bapak sedang mengangkut ikan bersama-sama, kemudian saya melihat sekelompok yang lain sedang mengerjakan perahu. Terlepas dari tujuan mereka untuk bekerja dan menghasilkan uang, saya melihat teamwork. Bagaimana mungkin seandainya seorang pembuat perahu mengerjakan sendiri perahunya tanpa bantuan orang lain, pasti akan selesai dalam waktu yang lebih lama dan belum tentu hasilnya sebagus jika dikerjakan bersama-sama.

Perjalanan yang mengesankan, selain karena team yang menyenangkan juga karena banyak pembelajaran lain yang bisa diambil dari kehidupan pesisir Anyer-Labuan. Dan tentunya, otak-otak dan sate seafood raksasa yang super duper yummy plus pemandangan eksotis sepanjang pantai. Whatta job!
posted by ninabelle at 10.28 | 0 comments
Kamis, 03 Juli 2008
Dalam hidup, kita pasti berpapasan dengan banyak orang dengan berbagai karakter. Jangka waktu berpapasan itu bisa intensif dalam waktu yang cukup panjang atau hanya sejenak sekedar mengucap sapa dan menebar senyum.

Saya baru-baru ini menyadari bahwa ada beberapa orang yang berpapasan dengan saya yang muncul lagi, melintas di hadapan saya meski hanya selintas. Mereka ini pengingat atas berbagai cerita hidup saya.

Selasa, 1 Juli lalu dengan tidak sengaja saya bertemu kawan lama saya selama duduk di bangku SMP. Fransisca Ayu Chrysanti, well, dia tidak banyak berubah secara karakter. Dulu, kami waktu sama-sama masih di Semarang justru jarang sekali bertemu dan benar-benar ngobrol. Tempo hari itu akhirnya saya ngobrol banyak dengannya di LG Menara Bank Mega ditemani cappucino dari gerai Pingkan. Ternyata banyak pengalamannya yang membuat saya merenung kembali dan mensyukuri hidup saya. Tuhan itu adil, Dia punya rencana yang berbeda-beda untuk umatNya dan memberikan karunia dengan cara unik dan indah. Even, Chika masih memanggil saya dengan panggilan semasa SMP yang saya benci banget, saya appreciate pertemuan kami siang itu. Kami kembali berpapasan setelah 9 tahun tidak pernah benar-benar bertemu.


Rabu, 3 Juli kemarin sebuah pesan singkat mendarat di handphone saya dari kawan lama semasa kuliah. Bertukar kabar walau tak bertatap muka ternyata mampu menyegarkan sebuah relasi pertemanan. Saya merasa pengalaman ini indah karena saya memiliki cerita sendiri dengan kawan saya tersebut. Sudah sekitar 5 tahun, kami benar-benar putus kontak namun rekan saya yang satu ini mendewasakan cara berpikir saya dalam hal menghadapi sebuah konteks permasalahan. Hari itu, kemudian saya sadar tidak akan pernah ada mantan teman. Ketika sebagai manusia kita masih mampu menyapa teman dan mau menjaga relasi pertemanan maka warna warni pertemanan itu akan tinggal selamanya di hati kita. Indah dan sangat mencerahkan pesan singkat hari itu. Dari lubuk hati saya sungguh berterima kasih atas kesempatan berpapasan walau hanya via pesan singkat.


Rabu, 3 Juli dalam meeting divisi tempat saya bekerja diumumkan promosi jabatan sebagai Kepala Divisi untuk stasiun televisi saudara untuk Mba Herty Purba. Salut! Mba Herty adalah sosok yang berdedikasi dan mengagumkan. She really deserve it. Saya pernah benar-benar berpapasan dengan beliau saat saya di interview tahap 3 sebelum selanjutnya saya diterima sebagai karyawan di stasiun televisi ini. Mungkin beliau tidak pernah tahu, sesi interview itu semakin menguatkan saya untuk yakin berada di track karier ini, selain itu personally saya kagum dengan pendekatan humanity terhadap semua bawahannya, supportnya yang membara merupakan sebuah teladan bagi saya yang masih terhitung baru di dunia pertelevisian. Sungguh, pengalaman berpapasan yang lain yang memberikan pembelajaran untuk saya.


See, life itself is rich. Everyone is blessings:)
posted by ninabelle at 18.03 | 0 comments
Selasa, 01 Juli 2008
Penemuan adalah ketika dia menemukan saya atau saya menemukan dia.
Pertemuan adalah ketika kami saling menemukan.
Penemuan itu sepihak,
Pertemuan itu dua pihak.
Saya menginginkan pertemuan.
posted by ninabelle at 20.34 | 1 comments