Saya dibesarkan dalam keluarga yang selalu menekankan pentingnya mengasihi orang lain dan memperlakukan serta menghargai orang lain dengan sebaik-baiknya tanpa memperhitungkan kelas kelas sosial yang seringkali dijadikan tembok fana oleh manusia dalam berelasi dengan manusia lain.
Ternyata hingga hampir dua puluh lima tahun hidup saya, mempraktekkan ajaran agama yang saya yakini dan didikan kedua orang tua saya tidaklah semudah membalikkan kedua telapak tangan. Kadang masih terbersit hitung-hitungan sok rasional di kepala saya, apa boleh buat saya hanya manusia biasa (meski "huh hanya manusia biasa selalu menjadi alasan cliche yang mempermudah dirimu excuse melakukan hal yang kurang benar Nina!" popped up dari hati nurani saya). Yah, hitung-hitungan semacam jika mereka melukai perasaan saya maka mereka one day somehow akan mengalami hal yang sama dengan saya -terluka perasaannya- atau jika mereka menyakiti saya, lihat saja dunia akan membalaskan rasa sakit yang saya rasa. Atau saya belum bisa mengasihi seratus persen tanpa pamrih karena saya pasti ingin merasakan kasih yang sama kembali ke dalam diri saya.
Tidak ada kata terlambat, semoga saya bisa menjadi orang yang lebih baik, tidak egois dan tidak pendendam....kesempatan itu selalu terbentang di depan mata.
Adios:)