Baru saja saya selesai makan malam dan chitchat kesana kemari dengan Asha. Kita berdua lagi ngobrol ringan saya lupa membahas apa ketika ada pembicaraan seperti ini:Asha: "Nina aja kalah sama Ulfa..."
Nina: "Ulfa??" (masih belum loading...hehe)
Asha: "Iya, Ulfa aja bisa bilang Ulfa mencintai Syekh Puji."
Nina: "Maksud loe?...hehe"
Alamak! Setelah itu memang terjadi pembicaraan lain -dari Asha yang ngerasani Ulfa yang sepertinya dewasa sebelum waktunya sampai saya yang jadi teringat buku yang baru selesai saya baca sampai cerita Asha tentang crew A la Chef nyari buah durian beneran sama drivernya diantar ke "tempat duren" bertabur perempuan-perempuan berbaju seksi penjual layanan senang...haha...kita berdua sampai ngakak karena kesalahan persepsi dari Bapak driver-.
Kembali lagi ke kasus Ulfa yang tengah marak diberitakan akhir-akhir ini oleh berbagai stasiun televisi. Ulfa jadi beken karena pernikahannya dengan Syekh Puji yang ditilik dari faktor usia lebih pantas menjadi ayahnya. Saya sih tidak tahu kebenarannya karena pemberitaan juga agak simpang siur, terlalu banyak opini.
Dari kisah Ulfa itu, saya jadi ingat buku yang baru tadi pagi selesai saya baca A Life Less Ordinary (Aalo Aandhari (Dari Gelap kepada Terang)) karya Baby Halder. Buku ini merupakan memoar, kisah nyata dari kehidupan Baby. Baby adalah perempuan India keturunan Bengali yang bekerja sebagai asisten rumah tangga karena tuntutan hidup memaksanya membiayai kehidupan dia dan tiga anaknya. Sang penulis (dipaksa) menikah pada usia 12 tahun oleh ayahnya dengan lelaki yang baru Baby lihat pada upacara pernikahannya (bayangkan!). Menikah pada usia yang sangat belia saja sudah tidak mudah apalagi ditambah menikah dengan lelaki yang samasekali tidak dikenal. Hari itu dimulailah drama kehidupan Baby yang dekat dengan kekerasan dalam rumah tangga, pengabaian, dilecehkan secara emosi, melahirkan dengan kesulitan tingkat tinggi dalam usia muda, merawat dan membesarkan anak tanpa sepeser uang dari suami yang super pelit dan tidak perhatian. Akhirnya karena tidak tahan, Baby pergi dari rumah suaminya bersama tiga anak yang masih kecil. Di India, tindakan ini dianggap menyalahi adat maka bertambahlah beban yang harus ditanggung Baby Halder yakni cemooh dari lingkungan sosialnya. Meski happy ending karena Baby akhirnya menemukan majikan baik hati yang mendorongnya untuk membaca dan menulis untuk memperbaiki taraf hidupnya, kisah ini menyimpan kepahitan yang tragis dalam hidup seorang perempuan.
Saya sebagai seorang perempuan merdeka terbayang betapa susahnya hidup semacam hidup yang dijalani Baby Halder, hidup penuh tekanan (siapa sih yang tidak punya tekanan hidup, tapi hidup tanpa suami dengan tiga anak pernah mengalami KDRT plus olok-olok orang sekitar pasti luar biasa tidak mudah bukan?). Namun buku ini luar biasa mencerahkan pula, dalam kepahitan yang tragis tersimpan energi yang seakan abadi untuk terus berharap dan berusaha. Untuk saya membaca buku ini menjadi pengingat akan betapa baiknya hidup yang saya jalani, betapa indah langkah demi langkah yang saya lalui dan semua berarti. Makna kerja keras akan mebuahkan hasil yang manis juga tersirat di dalamnya. Kehormatan untuk menjadi seorang ibu dan mengantarkan anak-anak memperoleh pendidikan layak juga patut dicontoh dari perjuangan Baby Halder.
Setiap perempuan punya kisahnya sendiri, kisah Baby Halder atau -kisah-kisah perempuan lain di luar sana yang saya belum tahu- memperkaya saya. Terima kasih:)